Halaman

Jumat, 27 Januari 2012

Kaitan UU RI No.: 20 Th. 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan PP No. 19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan

Sedikit panjang... :)
baca pelan-pelan ...


Pengertian kurikulum yang tercantum dalam UU RI No. 20 tahun 2003
BAB X
KURIKULUM
Pasal 36

1.      Pengemabangan kurikulum dilakukan dengan mengacu pada standar nasional pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
2.      Kurikulum pada semua jenjang dan jenis penidikan dikembangkan dengan prinsip diversivikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah dan peserta didik
3.      Kurikulum dsusun dengan jenjang pendidikan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan.
a.       Peningkatan iman dan takw
b.      Peningkatan akhlak mulia
c.       Peningkatan potensi, keccerdasan dan minat peserta didik
d.      Kergaman potensi daerah dan lingkungan
e.       Tuntutsn pembangunan daerah nasional
f.       Tuntutan dunia kerja
g.      Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni
h.      Agama
i.        Dinamika perkembangan global
j.        Persatuan nasional dan nmilai-nilai kebangsaan
4.      Ketentuan mengenai pengembangan kurikulum sebagai mana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2),dan ayat (3), daitur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

Visi dan Misi diatas menimbulkan reformasi pendidikan meliputi hal-hal berikut:
ü  Penyelenggaraan pendidikan dinyatakan sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat, di mana dalam proses tersebut harus ada pendidik yang memberikan keteladanan dan mampu membangun kemauan, serta mengembangkan potensi dan kreativitas peserta didik. Prinsip tersebut menyebabkan adanya pergeseran paradigma proses pendidikan, dari paradigma pengajaran ke paradigma pembelajaran.  Paradigma pengajaran yang lebih menitikberatkan peran pendidik dalam mentransformasikan pengetahuan kepada peserta didiknya bergeser pada paradigma pembelajaran yang memberikan peran lebih banyak kepada peserta didik untuk mengembangkan potensi dan kreativitas dirinya dalam rangka membentuk manusia yang memiliki kekuatan spiritual keagamaan, berakhlak mulia, berkepribadian, memiliki kecerdasan, memiliki estetika, sehat jasmani dan rohani, serta keterampilan yang dibutuhkan bagi dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.
ü  Adanya perubahan pandangan tentang peran manusia dari paradigma manusia sebagai sumberdaya pembangunan, menjadi paradigma manusia sebagai subjek pembangunan secara utuh. Pendidikan harus mampu membentuk manusia seutuhnya yang digambarkan sebagai manusia yang memiliki karakteristik personal yang memahami dinamika psikososial dan lingkungan kulturalnya. Proses pendidikan harus mencakup: (1) penumbuhkembangan keimanan, ketakwaan,; (2) pengembangan wawasan kebangsaan, kenegaraan, demokrasi, dan kepribadian; (3) penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi; (4) pengembangan, penghayatan, apresiasi, dan ekspresi seni;  serta (5) pembentukan manusia yang sehat jasmani dan rohani. Proses pembentukan manusia di atas pada hakekatnya merupakan proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat.
ü  Adanya pandangan terhadap keberadaan peserta didik yang terintegrasi dengan lingkungan sosial-kulturalnya dan pada gilirannya akan menumbuhkan individu sebagai pribadi dan anggota masyarakat mandiri yang berbudaya. Hal ini sejalan dengan proses pentahapan aktualisasi intelektual, emosional dan spiritual peserta didik di dalam memahami sesuatu, mulai dari tahapan paling sederhana dan bersifat eksternal, sampai tahapan yang paling rumit dan bersifat internal, yang berkenaan dengan pemahaman dirinya dan lingkungan kulturalnya.
ü  Dalam rangka mewujudkan visi dan menjalankan misi pendidikan nasional, diperlukan suatu acuan dasar (benchmark) oleh setiap penyelenggara dan satuan pendidikan, yang antara lain meliputi kriteria dan kriteria minimal berbagai aspek yang terkait dengan penyelenggaraan pendidikan. Dalam kaitan ini, kriteria dan kriteria penyelenggaraan pendidikan dijadikan pedoman untuk mewujudkan:
a.       pendidikan yang berisi muatan yang seimbang dan holistik;
b.      proses pembelajaran yang demokratis, mendidik, memotivasi, mendorong kreativitas, dan dialogis;
c.       hasil pendidikan yang bermutu dan terukur;
d.      berkembangnya profesionalisme pendidik dan tenaga kependidikan;
e.       tersedianya sarana dan prasarana belajar yang memungkinkan berkembangnya potensi peserta didik secara optimal;
f.       berkembangnya pengelolaan pendidikan yang memberdayakan satuan pendidikan; dan
g.      terlaksananya evaluasi, akreditasi dan sertifikasi yang berorientasi pada peningkatan mutu pendidikan  secara berkelanjutan.
Standar nasional pendidikan memuat kriteria minimal tentang komponen pendidikan yang memungkinkan setiap jenjang dan jalur pendidikan untuk mengembangkan pendidikan secara optimal sesuai dengan karakteristik dan kekhasan programnya. Standar nasional pendidikan tinggi diatur seminimal mungkin untuk memberikan keleluasaan kepada masing-masing satuan pendidikan pada jenjang pendidikan tinggi dalam mengembangkan mutu layanan pendidikannya sesuai dengan program studi dan keahlian dalam kerangka otonomi perguruan tinggi. Demikian juga standar nasional pendidikan untuk jalur pendidikan nonformal hanya mengatur hal-hal pokok dengan maksud memberikan keleluasaan kepada masing-masing satuan pendidikan pada jalur pendidikan nonformal yang memiliki karakteristik tidak terstruktur untuk mengembangkan programnya sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Penyelenggaraan pendidikan jalur informal yang sepenuhnya menjadi kewenangan keluarga dan masyarakat didorong dan diberikan keleluasaan dalam mengembangkan program pendidikannya sesuai dengan kebutuhan keluarga dan masyarakat. Oleh karena itu, standar nasional pendidikan pada jalur pendidikan informal hanya mengatur hal-hal yang berkaitan dengan pengakuan kompetensi peserta didik saja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar